Hari itu aku bersegera
, mamadem,pulang...
Setelah lima hari
panjang yang menguras pikiran, hari ini datang. hatiku diliputi perasaan haru,
sedih, menyesal, dan bersalah, semuanya jadi satu. Ketika kuinjakkan kaki
kerumah, orang-orang sudah banyak berkumpul. Kupandangi wajah mereka, dan ada
satu wajah yang amat kusayangi diantara mereka mamadem, ibuku tersayang, dia
tampak tersenyum, namun hatiku yang miris.
Pikiranku melayang pada siang hari itu. Langit begitu
biru tak ada angin dan tak ada hujan. Saya dan madem bersiap pulang dari
sepetak lahan kecil kami. Hari itu saya belajar menyadap karet dan membantu ibu
mengumpulkan kayu bakar, gas waktu itu susah didapat, minyak tanahpun dalam
kondisi yang sama, kalaupun ada harganya melambung tinggi. Aku mengumpulkan
kayu bakar dari ranting dan batang karet yang berjatuhan, dan celakanya,
ternyata kayu itu adalah sarang dari puluhan semut penyengat yang berbisa, kami
menamainya semut api. Jika kamu terkena oleh gigitannya, kulitmu akan bengkak
dan mengeluarkan setetes darah pada area gigitannya, dan itulah yang saya
alami, jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan dan kaki saya tak lupu
dari serbuannya. Saya merintih, itu sungguh sakit, saya berlari kearah madem,
lalu madem menyarankan agar segera minum air putih membasuh bekas gigitan
dengan air. Aku berlari ke arah sungai kecil dibelakang kebun, airnyanya
jernih, dan dingin, aku basuh tangan dan kakiku serta kuminum beberapa teguk
airnya. Rasanya Segar dan tentu saja tawar.
Aku menyarankan ke ibu supaya kami pulang saja, aku ingin
segera mengolesi luka dengan minyak kepala buatan ibu dirumah, maka ibu
bersegera atas pekerjaannya. Ibu tidak bisa mengendarai motor, jadi akulah sang
drivernya, hari ini adalah hari libur, aku pulang sekali seminggu, dan sekali
seminggu pulalah ibu mengajakku ke kebun karena jarak yang cukup jauh dari
rumah sehingga tidak bisa ditempuh kalau bersepeda apalagi jalan kaki, kalau
tidak ingin kakimu bengkak karena perjalanan jauh
Diperjalanan pulang semuanya berjalan seperti biasa,
namun tiba-tiba....... motorku oleng sesaat lalu normal kembali, kurasakan ada
sesuatu yang jatuh... aku menoleh kebelakang... dan... kulihat ada sesosok
tubuh tertelungkup di aspal jalan raya. Aku panik , tanpa memperdulikan posisi
motor aku berlari kearahnya. Aku balikkan posisi yang tertelungkup itu, dan aku
melihat wajah yang dipenuhi darah... dia ibu... dia jatuh... mataku gelap
seketika....
Aku sanggah kepala beliau di pahaku, aku melirik
kesekitar, lengang... lalu sekuat tenaga aku melengkingkan suaraku meminta
tolong, berkali-kali , kupandangi ibu,
dia hanya diam tak bergerak, wajahnya dipenuhi luka, hidungnya berdarah, cekung
telinganya dipenuhi darah, jari kelingking kirinya koyak, dan roknya terbelah.
Kusentuh jawahnya, dan tanganku dipenuhi cairan merah kental begitupula
pakaianku karena beliau ada dipangkuanku. Toloooong-toloooong kataku, berulang
kali aku meneriakkan hal yang sama. Dan satu mobil pick up berhenti tepat di
depan kami disusul kedatangan orang-orang. Mereka bertanya apa yang terjadi,
namun aku tak mampu berkata apapun lagi, mulutku bungkam. Mereka membawa ibu ke
puskesmas terdekat dengan mobil pick up, aku masih menjadi bantalan beliau, diatas
mobil barulah tangisanku pecah, bibirku gemetaran namun tanpa ada kata terucap.
Sesampai di puskesmas ibu segera dibaringkan, tidak lama
ayah dan kakek pun datang. Orang-orang telah memberitahu mereka. Adik ku pun
datang sambil membawa air mata, ibu akhirnya sadar, aku sedikit lega, terpikir
hal yang aneh sebelumnya suatu kemungkinan yang sangat tak kuinginkan. Darah
dimuka ibu dibersihkan dengan kapas dan jari kelingkingnya ditutupi kain kasa.
Ibu terus saja bertanya apa yang sedang terjadi, suaranya
tak begitu jelas, bibirnya bengkak dan matanya dan pipinya membiru bengkak.
Perawat menyarankan dibawa ke rumah sakit. Maka kami membawa ibu kerumah sakit
dengan pick up. Di tengah perjalanan ibu terus bertanya apa yang sedang
terjadi, kenapa kami menangis dan sebegainya, hatiku amat sedih. Dalam
hatiku... aku ingin mengutuki diriku sendiri... ini salahku...
Ibu dibaringkan di rumah sakit dan lukanya kembali
dibersihkan, dokter memeriksa bagian tubuh yang lain, yang kemungkinan juga
terluka, tapi syukurnya bagian badan dan kaki ibu baik. Dokter memeriksa
telinga ibu yang dipenuhi darah, ternyata itu adalah darah dari hidung ibu yang
sudah mengental.
Ibu dalam keadaan sadar sekarang, aku meminta maaf
padanya, dia katakan dia baik-baik saja, dan malah masih bisa bergurau. Dokter
spesialis tulang belum datang, kami menunggu, aku masih bercerita kronologis
kejadian pada ibu, cukup lama akhirnya dokternya datang, jari kelingking ibu
yang koyak harus segera dioperasi. Dokter menyuruh ayah ke apotik untuk menebus
obat-obatan. Beberapa obat tidak ada di apotik rumah sakit sehingga ayah dan
kakek mencarinya di apotik lain. Menjelang malam, para karib kerabat mulai
berdatangan, ibu rencananya akan dioperasi malam harinya. Aku belum mandi, baju
yang kupakaipun adalah baju tadi siang yang dilumuri darah. Aku minta pada
aciok ku (panggilan untuk adik ibu) membawakan baju untuk ibu dan untuk ku.
Alhamdulillah operasi berjalan lancar,tangan ibu dibungkus perban panjang
dengan penyangga gipsin. Pasca operasi ibu masih merasakan panasnya gipsin.
Ibupun sulit untuk menelan makanan tapi syukurlah nafsu makannya selalu baik.
Namun ibu agak rewel soal obat.
Pada hari keemapt dirumah sakit aku meminta izin untuk
kuliah, waktu itu adalah awal semester dan aku belum ada masuk sekalipun,
ayahpun harus mengajar kembali. Kami berganti shift menjaga ibu ketika aku
pergi kuliah ke panam, adik dan kakekku menjaga ibu. Di hari kepulangan ibu
kerumah aku masih dipanam, ketika mendapat telepon dari kakek beliau bilang ibu
sudah dibawa pulang oleh ayah, maka aku segera pulang, walau besok ada kuliah
lagi, aku bisa berangkat pagi-pagi dari rumah, butuh satu jam perjalanan dari
rumah kekampus. Aku sungguh bersyukur atas kepulihan ibu, walaupun bekas luka
di muka ibu masih tampak dan mendapat beberapa jahitan di jeri kelingkingnnya,
ibu terlihat sehat, aku sungguh bahagia, aku sering meminta maaf kepada beliau,
karena belum bisa menjadi anaknya yang baik. Tapi berkali-kali pula beliau
menepis ucapanku dengan senyumannya. Ibu...aku mencintaimu...selalu...#30DWC hari ke 2 #untuk ibundaku