Kamis, 25 Februari 2016

tentang aku dan banjir 3

Sambungan



Alangkah terkejutnya diriku, ternyata daratan setelah jembatan gantung masih tergenang banjir. Sebagian warga masih mengungsi dan sebagian lagi bermain ditengah genangan banjir tak terkecuali anak anak. Begitu riangnya mereka berendam disana bertolak belakang sekali dengan suasana hatiku saat itu, kacau, satu kata yang terpikir "pulang" bagaimanapun caranya. Aku melihat ada perahu pengangkut barang dan penumpang disana. Aku dekati bapaknya dan mengatakan maksud dan tujuanku pada mereka dan berharap mereka bisa membantu. Sejurus kemudian aku serasa mendapat pertolongan namun sekilas kemudian air mataku hampir meleleh mereka bilang awalnya bisa dan setelahnya tidak bisa. Bahkan aku ditinggalkan begitu saja disana dan mereka memilih mengantar penumpang lain. Walaupun aku sudah berkata pada mereka bahwa aku akan menerima walaupun hanya diantar sekejappun dan aku akan membayar walaupun uang didalam dompetku cuma 12 ribu rupiah. Itupun adalah uang pinjaman dari temanku untuk naik angkot pada awalnya. Aku begitu bersikeras, kukatakan hal itu berkali kali pada mereka tapi mereka tetap acuh. Sedih sekali rasanya. Pikiranku menerawang. Kucoba telpon berkali kali orang dirumah berharap mereka bisa menjemputku, tapi telpon mereka semua tidak aktif, aku tahu, listrik yang sudah mati sejak 3 hari yang lalu tentu membuat battere hp mereka kosong. Untungnya aku sempat mencas hp pada saat pengungsian kemaren sehingga setidaknya aku bisa berjaga jaga dikalau ada yg menelpon.

Aku masih tetap disana. Terpaku ditengah genangan banjir. Cukup lama. Hingga tiba tiba kudengar seseorang memanggilku dari arah depan. Sesorang yang asing bagiku, dia masih muda dan tangannya menarik sebuah jerigen berisi minyak mungkin bensin, aku mengiranya. Dia berjalan didepanku dengan temannya dan juga bawaan yang sama. Laki laki itu menyuruhku mengikutinya. Entah kenapa langkah kakiku spontan mengikutinya, dengan menyeret ditengah genangan air. Rasanya cukup sulit dan kakiku terasa berat, namun kuteruskan langkahku. Hampir kuterjerembab karena kakiku menyangdung pembatas semen dipinggir jalan yang tertutup banjir. Ternyata genangan banjir itu cukup jauh hingga akhirnya aku sampai ditepi batas air. Disana aku bisa melihat jalanan kering karena daratannya lebih tinggi. Laki laki itu menyuruhku menunggunya di sana sembari dia menghantar bawaannya dan menjemput sepeda motornya. Tak ada kata yang keluar dari mulutku selain anggukan dari kepalaku. Aku terdiam disana. Aku coba meraih hp di tasku dan menelpon kerumah lagi, tapi lagi lagi hp mereka tidak aktif. Lalu dengan sedikit frustasi, aku menelpon seorang teman jauh disana, sedikit menghiburku sedikitnya aku masih bisa bercakap cakap dengannya. Kukatakatan padanya bahwa rasanya aku ingin menangis. Dan anehnya, dia menyuruh untuk menangis, dia mengatakan bahwa dia juga pernah mengalami masa masa sulit, juga pernah berjalan jauh seorang diri dan juga pernah merasa sendiri. Aku maklum tentang hal itu dan mencoba menyabarkan diri.

Tak lama berselang, laki laki itu datang dengan sepeda motornya, lalu kami berlalu dari sana. Aku tidak tahu seperti apa medan yang akan kami hadapi, dalam pikirku semua akan baik baik saja tak ada lagi air yang menghadang disana. Hingga kami sampai pada sebuah jembatan disana. Jalanan terputus oleh genangan banjir serta jembatan yang runtuh akibat terjangannya. Laki laki itu memarkirkan kenderaannya ditepi jalan lalu mengkah mengarungi banjir. Aku mengikutinya dari belakang. Arus airnya begitu deras sehingga kuputuskan untuk membuka sendalku. Dan ketika sandal itu kubuka, seketika tajamnya bebatuan dan pecahan pecahan aspal menghujam kakiku. Sakit dan perih. Aku bisa saja memilih untuk tetap memakai sandal itu. Namun hal itu akan semakin berbahaya karena derasnya arus mungkin akan menyeretku dan tidak ada tempat bergantungan disana. Akhirnya aku mengerti maksud dari kata kata laki laki itu selagi diatas motornya, dia berkata " kamu bukan penakut kan". Ya itulah maksudnya.

Perjuangan itu belum berakhir sampai disana, masih ada medan yg harus kami sebrangi. Dan medan ini menurutku lebih ekstrem lagi. Jika pada medan pertama engkau masih bisa berjalan dan air hanya sebatas paha. Pada medan kedua ini ketinggian air melebihi tinggiku. Disana ada tali yang dibentangkan tempat untuk menggantung. Laki laki itu meminta barang barangku untuk dibawakannya dan aku mengikutinya. Aku bergantung pada seutas tali itu, air sampah membasahi rambutku walaupun tertutup hijab. Sekuat tenaga aku bergelantungan disana dan membawa tubuhku kearah tepi. Pecahan aspal tentu masih ada, perih dikaki tak apa aku rasa. Yang penting selamat. Akhirnya dengan tubuh basah kuyup aku menghuyung keatas. "Selamat" bisikku dalam hati. 

Setelah sampai diseberang, laki laki itu meminjam sepeda motor dari kenalannya yang kebetulan ada disana. Dan kami melanjutkan sisa perjalanan dengan sepeda motor itu. Hening begitulah pada mulanya, hingga laki laki itu menanyakan nama dan sebagainya. Akupun menjawab sekenanya. Dalam hatiku, sungguh aku berterima kasih pada laki laki ini. Aku memintanya untuk mengantarkan aku ditepi jalan saja, tak sampai kerumah, terasa ada yg menahanku. 

Sampai disimpang jalan arah kerumah, seraya turun aku menanyakan berapa ongkos yang harus aku bayar atas semua bantuannya. Aku tahu cuma ada 12 ribu uang didompetku, nilai itu sangatlah kecil untuk membayar ongkosku hari ini. Dan sempat kuberpikir laki laki itu berkata" tidak usah bayar, aku ikhlas ingin menolong" bagitu katanya. Aku mengucapkan terima kasih banyak padanya. Ketika dia hendak pergi, aku baru ingat, aku belum tahu namanya, dengan setengah berteriak aku pertanyakan namanya, dan diapun menjawabnya. Setidaknya aku tahu siapa nama orang yang telah membantuku hari itu dengan segala kerendahannya. Dia waktu itu menyaksikanku kebingungan dan mungkin merasa kasihan terhadapku. Aku sungguh berterima kasih, Tuhan menggerakkan untuk menolongku. Tuhan selalu ada untuk hambanya, kapanpun. Tapi kadang sering kita yang memberikan pengabaian dan berlindung pada kelupaan. TAMAT.

#30 DWC hari ke 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar