Rabu, 17 Februari 2016

kisah bersama ibu



Hari itu aku bersegera , mamadem,pulang...
Setelah lima hari panjang yang menguras pikiran, hari ini datang. hatiku diliputi perasaan haru, sedih, menyesal, dan bersalah, semuanya jadi satu. Ketika kuinjakkan kaki kerumah, orang-orang sudah banyak berkumpul. Kupandangi wajah mereka, dan ada satu wajah yang amat kusayangi diantara mereka mamadem, ibuku tersayang, dia tampak tersenyum, namun hatiku yang miris.
            Pikiranku melayang pada siang hari itu. Langit begitu biru tak ada angin dan tak ada hujan. Saya dan madem bersiap pulang dari sepetak lahan kecil kami. Hari itu saya belajar menyadap karet dan membantu ibu mengumpulkan kayu bakar, gas waktu itu susah didapat, minyak tanahpun dalam kondisi yang sama, kalaupun ada harganya melambung tinggi. Aku mengumpulkan kayu bakar dari ranting dan batang karet yang berjatuhan, dan celakanya, ternyata kayu itu adalah sarang dari puluhan semut penyengat yang berbisa, kami menamainya semut api. Jika kamu terkena oleh gigitannya, kulitmu akan bengkak dan mengeluarkan setetes darah pada area gigitannya, dan itulah yang saya alami, jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan dan kaki saya tak lupu dari serbuannya. Saya merintih, itu sungguh sakit, saya berlari kearah madem, lalu madem menyarankan agar segera minum air putih membasuh bekas gigitan dengan air. Aku berlari ke arah sungai kecil dibelakang kebun, airnyanya jernih, dan dingin, aku basuh tangan dan kakiku serta kuminum beberapa teguk airnya. Rasanya Segar dan tentu saja tawar.
            Aku menyarankan ke ibu supaya kami pulang saja, aku ingin segera mengolesi luka dengan minyak kepala buatan ibu dirumah, maka ibu bersegera atas pekerjaannya. Ibu tidak bisa mengendarai motor, jadi akulah sang drivernya, hari ini adalah hari libur, aku pulang sekali seminggu, dan sekali seminggu pulalah ibu mengajakku ke kebun karena jarak yang cukup jauh dari rumah sehingga tidak bisa ditempuh kalau bersepeda apalagi jalan kaki, kalau tidak ingin kakimu bengkak karena perjalanan jauh
            Diperjalanan pulang semuanya berjalan seperti biasa, namun tiba-tiba....... motorku oleng sesaat lalu normal kembali, kurasakan ada sesuatu yang jatuh... aku menoleh kebelakang... dan... kulihat ada sesosok tubuh tertelungkup di aspal jalan raya. Aku panik , tanpa memperdulikan posisi motor aku berlari kearahnya. Aku balikkan posisi yang tertelungkup itu, dan aku melihat wajah yang dipenuhi darah... dia ibu... dia jatuh... mataku gelap seketika....
            Aku sanggah kepala beliau di pahaku, aku melirik kesekitar, lengang... lalu sekuat tenaga aku melengkingkan suaraku meminta tolong, berkali-kali , kupandangi  ibu, dia hanya diam tak bergerak, wajahnya dipenuhi luka, hidungnya berdarah, cekung telinganya dipenuhi darah, jari kelingking kirinya koyak, dan roknya terbelah. Kusentuh jawahnya, dan tanganku dipenuhi cairan merah kental begitupula pakaianku karena beliau ada dipangkuanku. Toloooong-toloooong kataku, berulang kali aku meneriakkan hal yang sama. Dan satu mobil pick up berhenti tepat di depan kami disusul kedatangan orang-orang. Mereka bertanya apa yang terjadi, namun aku tak mampu berkata apapun lagi, mulutku bungkam. Mereka membawa ibu ke puskesmas terdekat dengan mobil pick up, aku masih menjadi bantalan beliau, diatas mobil barulah tangisanku pecah, bibirku gemetaran namun tanpa ada kata terucap.
            Sesampai di puskesmas ibu segera dibaringkan, tidak lama ayah dan kakek pun datang. Orang-orang telah memberitahu mereka. Adik ku pun datang sambil membawa air mata, ibu akhirnya sadar, aku sedikit lega, terpikir hal yang aneh sebelumnya suatu kemungkinan yang sangat tak kuinginkan. Darah dimuka ibu dibersihkan dengan kapas dan jari kelingkingnya ditutupi kain kasa.
            Ibu terus saja bertanya apa yang sedang terjadi, suaranya tak begitu jelas, bibirnya bengkak dan matanya dan pipinya membiru bengkak. Perawat menyarankan dibawa ke rumah sakit. Maka kami membawa ibu kerumah sakit dengan pick up. Di tengah perjalanan ibu terus bertanya apa yang sedang terjadi, kenapa kami menangis dan sebegainya, hatiku amat sedih. Dalam hatiku... aku ingin mengutuki diriku sendiri... ini salahku...
            Ibu dibaringkan di rumah sakit dan lukanya kembali dibersihkan, dokter memeriksa bagian tubuh yang lain, yang kemungkinan juga terluka, tapi syukurnya bagian badan dan kaki ibu baik. Dokter memeriksa telinga ibu yang dipenuhi darah, ternyata itu adalah darah dari hidung ibu yang sudah mengental.
            Ibu dalam keadaan sadar sekarang, aku meminta maaf padanya, dia katakan dia baik-baik saja, dan malah masih bisa bergurau. Dokter spesialis tulang belum datang, kami menunggu, aku masih bercerita kronologis kejadian pada ibu, cukup lama akhirnya dokternya datang, jari kelingking ibu yang koyak harus segera dioperasi. Dokter menyuruh ayah ke apotik untuk menebus obat-obatan. Beberapa obat tidak ada di apotik rumah sakit sehingga ayah dan kakek mencarinya di apotik lain. Menjelang malam, para karib kerabat mulai berdatangan, ibu rencananya akan dioperasi malam harinya. Aku belum mandi, baju yang kupakaipun adalah baju tadi siang yang dilumuri darah. Aku minta pada aciok ku (panggilan untuk adik ibu) membawakan baju untuk ibu dan untuk ku. Alhamdulillah operasi berjalan lancar,tangan ibu dibungkus perban panjang dengan penyangga gipsin. Pasca operasi ibu masih merasakan panasnya gipsin. Ibupun sulit untuk menelan makanan tapi syukurlah nafsu makannya selalu baik. Namun ibu agak rewel soal obat.
            Pada hari keemapt dirumah sakit aku meminta izin untuk kuliah, waktu itu adalah awal semester dan aku belum ada masuk sekalipun, ayahpun harus mengajar kembali. Kami berganti shift menjaga ibu ketika aku pergi kuliah ke panam, adik dan kakekku menjaga ibu. Di hari kepulangan ibu kerumah aku masih dipanam, ketika mendapat telepon dari kakek beliau bilang ibu sudah dibawa pulang oleh ayah, maka aku segera pulang, walau besok ada kuliah lagi, aku bisa berangkat pagi-pagi dari rumah, butuh satu jam perjalanan dari rumah kekampus. Aku sungguh bersyukur atas kepulihan ibu, walaupun bekas luka di muka ibu masih tampak dan mendapat beberapa jahitan di jeri kelingkingnnya, ibu terlihat sehat, aku sungguh bahagia, aku sering meminta maaf kepada beliau, karena belum bisa menjadi anaknya yang baik. Tapi berkali-kali pula beliau menepis ucapanku dengan senyumannya. Ibu...aku mencintaimu...selalu...#30DWC hari ke 2 #untuk ibundaku

1 komentar:

  1. Koreksi jika sya salah.
    - Terlalu banyak penggunaan tanda baca koma "(,)". Terkadang sya melihat dalam satu kalimat itu trdpat 2 sampai 3 tanda koma bahkan lebih. Dan dalam kalimat itu tidak jelas mana yg akan di deskripsikan, sebab penjabaran yg trlalu meluas.
    - Paragraf deduktif dan induktifnya kurang jelas, tidak sistematis dan diksi kata yg biasa, kurang improvisasi sehingga terkesan kurang menarik.
    - penggunaan istilah asing seharusny di cetak miring / di garis bawahi. Contoh : pada kata "drivernya".
    - utk karangan non fiksi, sebaiknya menggunakan majas. Supaya lebih ekspresif.

    Demikian masukan dari saya, secara keseluruhan cukup bagus.

    BalasHapus